Cegah Penggelapan Dana Bantuan Sosial sebagai Upaya Antisipatif Dinas sosial

Media persindonesia.com – Pandemi Covid-19 yang masih mewabah di Indonesia membuat berbagai kalangan masyarakat mengalami dampak ekonomi, sehingga muncullah bantuan sosial yang diadakan oleh pemerintah bagi yang terdampak.

Namun penyaluran dana bantuan yang mengalami mobilisasi dan dengan begitu banyak prosedur, memungkinkan bagi beberapa pihak mencari celah untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Dalam rangka menanggulangi pandemi Covid-19, Indonesia telah menerapkan berbagai langkah termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.

Perihal Dana Bansos, dalam Pasal 1 angka 15 Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Dana Bansos Dan Hibah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Dana Bansos adalah “pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus-menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial”.

Sementara melalui Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/Huk/2020 Tentang Pelaksanaan Bantuan Sosial Sembako Dan Bantuan Sosial Tunai Dalam Penanganan Dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Rendahnya kualitas dan transparansi data bantuan sosial mengakibatkan permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial seperti: bantuan sosial tidak tepat sasaran dan tumpang tindih .

Kendala dalam mencegah penggelapan yaitu yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya:
1. Egoisme sektoral dan institusional;
2. Belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif;
3. Lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum;
4. Lemahnya sistem pengendalian intern.

Dampak korupsi bagi negara-negara berbeda-beda bentuk, luas dan akibat yang ditimbulkannya, walaupun dampak akhirnya adalah menimbulkan kesengsaraan masyarakat sendiri.

Di negara miskin mungkin korupsi dapat menghalangi perkembangan ekonomi, menurunkan pertumbuhan ekonomi dan mengikis keabsahan politik yang akan berdampak pada memburuknya kemiskinan dan ketidakstabilan politik.

Sedangkan di negara maju mungkin korupsi tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian negaranya, tetapi korupsi di negara maju juga dapat mengikis keabsahan politik di negara demokrasi yang maju dan memiliki pengaruh penting bagi negara-negara yang sedang mengalami transisi seperti negara Indonesia, apabila korupsi tidak dihentikan, korupsi dapat menghancurkan ekonomi pasar dan dukungan terhadap demokrasi.

Banyaknya kasus korupsi yang justru dilakukan oleh aparatur negara, mulai dari gubernur, bupati, walikota, anggota DPRD, hingga pejabat dinas telah mencoreng dan mencederai makna desentralisasi di tengah ekspektasi masyarakat bahwa otonomi daerah diharapkan mampu melahirkan pelayan publik (public services) yang baik terhadap masyarakat.

Pencegahan tindak pidana korupsi bantuan sosial Covid-19 dapat ditanggulangi melalui penekanan terhadap faktor penyebab penyimpangan dan efektivitas dalam program bantuan sosial Covid-19 yakni berupa kualitas aparatur, kompetensi administrator, disiplin, sarana dan prasarana serta pengawasan.

Pada masa bencana Covid-19, faktor penyebab terjadinya penyelewengan atau penyimpangan dana bantuan sosial bisa terjadi karena berbagai sebab, baik dari dalam diri pelaku (internal) ataupun dari luar diri pelaku (eksternal).

Faktor internal atau aspek perilaku individu, yaitu sifat tamak atau rakus manusia, moral yang kurang kuat, dan gaya hidup yang konsumtif, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mendukung terjadinya perilaku koruptif meliputi budaya sosial masyarakat, politik, ekonomi, kultur organisasi dan lemahnya pengawasan.

Penyimpangan (fraud) terdiri dari tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi, dan kemampuan (capability).

Pencegahan tindak pidana korupsi dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini KPK, Kejaksaan, Polri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau lembaga lain yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan pengawasan dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi adalah bagian dari akuntabilitas sosial, dalam artian bukan hanya tanggung jawab milik pemerintah dan lembaga lainnya. Akan tetapi peran serta masyarakat adalah yang paling urgent dalam mencegah dan memberantas korupsi.

Upaya antisipatif mencegah penggelapan dana bantuan sosial untuk masyarakat yang mengalami dampak pandemi Covid-19 yaitu ;

1. Melakukan pengontrolan pada saat penerimaan bantuan, serta besar bantuannya dan pengarahan atau data tujuan bantuan tersebut, yaitu tahap yang kedua pendataan nama-nama yang akan menerima bantuan tersebut sehingga bantuan tersebut bisa tersalurkan sesuai yang diharapkan;
2. Melakukan pengawasan terhadap aliran dana bantuan sosial dari pusat hingga jatuh ketangan masyarakat;
3. Meningkatkan fungsi teknologi informasi sebagai sarana pengawasan dana bantuan sosial.

Semoga apa yang menjadi sampaian dalam opini ini bisa digunakan acuan pihak -pihak yang terkait, agar selalu meningkatkan profesionalitas dan kejujuran saat mendistribusikan dana, serta meningkatkan pengawasan terhadap instansi terkait yang menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat.

Adapun kepada pihak Pemerintah Desa agar selalu menjunjung tinggi kejujuran sehingga tidak merugikan negara dan menyengsarakan masyarakat yang mengalami dampak pandemi Covid-19.

Penulis:
Dr. A. A. Sagung Ngurah Indradewi, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum
Universitas Dwijendra Denpasar. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *