Ini Murni Kasus Pidana, Tegakkan Hukum dan Berikan Keadilan Pada SS, Korban Pemerkosaan Bawah Umur

Ini Murni Kasus Pidana, Tegakkan Hukum dan Berikan Keadilan Pada SS, Korban Pemerkosaan Bawah Umur – Mohammad Agam Hafidiyanto, SH

Peristiwa yang terjadi di Maesan, Desa Sumbersari Bondowoso, adanya dugaan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur benisial SS, 15 tahun, SD Kelas 6 oleh dua pemuda berinisial F dan J yang berakhir Damai ini seharusnya diancam pasal berlapis tentang undang-undang perlindungan anak dan percobaan pemerkosaan dan tidak serta merta laporan tindak pidana pemerkosaan di cabut, karena itu adalah bukti adanya terjadi sebuah tindak pidana.

Seperti yang disampaikkan Ketua JPKPN Bondowoso kepada awak media bahwa Kedua Pemuda, inisial F dan J disangkakan melanggar UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 pasal 81 tentang perbuatan melakukan kekerasan dan pemaksaan melakukan persetubuhan terhadap anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 13 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta. Sementara pidananya, pasal 289 KUHP tentang percobaan perkosaan dengan ancaman 5 tahun penjara, rilisan Persindonesia Sabtu (20/02/2021).

“Para tersangka seharusnya dijerat pasal 290 dan 287 tentang perbuatan cabul terhadap wanita di bawah umur , kalau pemerkosa damaikan kasus tersebut dengan membayar denda seperti yang diberitakan, jelas menghalalkan Kasus Pidana ini (Pemerkosaan) dan juga dapat dikatakan sebagai  similar unsur Traffiking,  saya selaku Ketua DPC JPKPN Bondowoso sangat mengecam kejadian tersebut dan anehnya yang jelas ada laporan  tindak pidana pemerkosaan lantas kemudian dicabut karena  Pemerkosa membayar denda seakan akan tidak ada kejadian apa apa, lalu bagaimana HUKUM dapat ditegakkan ? ” ,ujar Agam (28/02/21)

Berdasarkan Beleid yang diteken Jokowi pada 7 Desember 2020, karena apa yang dilakukan oleh pelaku adalah tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain yang dapat berakibat menimbulkan korban lebih dari satu orang, luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, Ini termasuk untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi

Penerbitan PP tersebut merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Peraturan tersebut juga diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang (TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *