Nasim Khan Desak Pemerintah Prioritaskan Vaksin Halal

JAKARTA, Persindonesia – Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi VI DPR RI, Nasim Khan meminta Pemerintah dan BUMN di Sektor Farmasi (PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk) untuk bersikap hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek, tak terkecuali tentang unsur halal-haram ketika akan menyediakan vaksin Covid-19. Hal ini perlu dilakukan, supaya tak menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat.

Pasalnya, apabila penyediaan vaksin dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek Halal-Haram, ia khawatir, masyarakat akan ragu untuk mengikuti program Vaksin dan malah bisa menghambat kelanjutan dan kelancaran program Vaksinasi.

Untuk itu, Politisi asal Dapil Jawa Timur III (Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi) ini pun mendorong agar Pemerintah tetap berupaya menyediakan vaksin Covid-19 yang aman, berkualitas, memiliki efektivitas dan halal serta suci.

Diketahui, sebelumnya, LPPOM MUI menemukan bukti bahwa vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca dalam proses produksinya menggunakan menggunakan unsur tak suci dan haram lantaran mengandung tripsin yang berasal dari pankreas babi. Komisi Fatwa pun memutuskan Vaksin tersebut haram, kendati demikian, Vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca itu tetap boleh digunakan karena adanya unsur darurat dan mendesak demi mengatasi pandemic Covid-19.

“PKB ingin memperjuangkan prinsip-prinsip dan kepentingan semua ummat, kami meminta pemerintah menjalankan prinsip kehati-hatian (saat menyediakan Vaskin), agar (nantinya) tidak mubadzir dan tidak menimbulkan kontroversi dimasyarakat,” kata Nasim Khan menanggapi keluarnya Fatwa MUI Pusat yang menyatakan Vaksin AstraZeneca haram usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan holding BUMN Farmasi, di Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Senin (29/3/2021).

Pria yang akrab disapa Bang NK ini mengaku memahami fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang membolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca tersebut. Akan tetapi, saran dia, kedepan pemerintah bisa lebih peka dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas berkeyakinan Islam. untuk itu, dia meminta pemerintah memprioritaskan vaksin halal dan suci supaya bisa diterima semua masyarakat dan tidak menimbulkan kontroversi.

“Walaupun MUI sudah (mengeluarkan Fatwa) memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut, tapi, menurut saya, sebaiknya kedepan (penyediaan) Vaksinnya bisa lebih maksimal diterima oleh masyarakat, karena masyarakat Indonesia mayoritas Islam, semestinya bahannya halal,” Jelas Wakil Bendahara Umum DPP PKB ini.

Indonesia sendiri diperkirakan membutuhkan sekitar 420 juta dosis vaksin untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta sasaran vaksinasi. Untuk itu, sudah semestinya, Pemerintah tak hanya mengandalkan pasokan Impor Vaksin dari satu produsen.

Terlebih, kata Politisi kelahiran Situbondo Jawa Timur ini, kemampuan Pemerintah dan BUMN Sektor Farmasi dalam mengakses vaksin Covid-19 yang aman, berkualitas, memiliki efektivitas dan halal serta suci juga tak diragukan lagi.

Sebab, kata Nasim, pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia yang mumpuni dan jejaring koneksi yang tak terbatas di kancah internasional.

“Seperti yang sudah disampaikan para Dirut BUMN sektor farmasi tadi (PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk), Ketersediaan Vaksin pasti akan bisa dilakukan oleh beliau-beliau. Bila bisa ada yang halal, buat apa yang haram,” ujar anak buah Cak Imin.

“Bagaimana dengan kehalalan vaksin produk Sinopharm? Apakah lebih baik (tingkat keamanan, kualitas dan efektivitas) dari AstraZeneca? Bila memang halal (Suci dan Halal) mengapa tidak menggunakan Sinopharm saja bagi umat islam,” tegas dia melanjutkan.

*Dorong Vaksin Merah Putih Dipercepat*

Selain mengandalkan pasokan Impor, Kata Nasim, Pemerintah juga harus memprioritaskan pengadaan vaksin dari dalam negeri seperti Vaksin merah putih.

Apalagi, Indonesia memiliki banyak lembaga penelitian yang mumpuni, seperti lembaga riset Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang didalam lembaga tersebut banyak di isi peneliti-peneliti yang ilmunya sangat mumpuni.

Untuk mempercepat proses pengembangan Vaksin Merah Putih itu, dia pun mendorong agar pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, BPOM, Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN, BUMN Sektor Farmasi dan lembaga terkait untuk terus melakukan penguatan koordinasi dan kolaborasi.

“Kami mendorong agar pemerintah bisa mempercepat pengembangan Vaksin Merah putih dan terus membantu mengawal persiapan vaksin tersebut. Sampai saat ini, sejauh mana keterlibatan BUMN Sektor farmasi dalam mempersiapkan vaksin merah putih,” ujar dia.

Sementara itu, terkait sudah adanya stok Vaksin produksi AstraZeneca yang kini masih dimiliki pemerintah, Nasim mengusulkan agar Vaksin tersebut segera digunakan masyarakat.
“Bagaimana dengan stok AstraZeneca yang sudah memicu kontroversi ini?, Silahkan distribusikan saja secepatnya bagi masyarakat yang mau (menggunakannya), sebab, setahu saya, masa kadaluarsanya sangat pendek,” ujar Bang NK.

Pada kesempatan ini, Nasim kembali menegaskan Fraksinya di DPR selalu mendukung dan siap mengawal keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memutuskan agar seluruh masyarakat mendapatkan Vaksin Covid-19 secara gratis.

“Kami mendukung dan membantu mengawal program pengadaan vaksin untuk masyarakat secara gratis sesuai keputusan presiden Jokowi,” kata Bang NK.

Untuk itu, dia berharap agar Pemerintah melalui Kementerian terkait dan BUMN Sektor Farmasi dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat secara transparan agar tidak menimbulkan kontroversi nantinya.

“Saya menekankan kepada semua stakeholder pengadaan vaksin, kedepannya, ketika akan mengambil keputusan agar ditinjau dan dikordinasikan terlebih dahulu dengan matang, agar tidak muncul kontroversi. Pemerintah juga harus lebih terbuka dalam menyampaikan informasi tentang merek-merek dan jenis-jenis vaksin,” kata Nasim.

Sekedar informasi, sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa membolehkan penggunaan Vaksin produksi AstraZeneca dengan pertimbangan keadaan darurat.

Berdasarkan hasil kajian Komisi Fatwa MUI vaksin Astrazeneca itu mengandung tripsin (enzim babi) yang akhirnya membuat sidang Komisi Fatwa menentukan bahwa vaksin tersebut haram, namun tetap boleh digunakan karena keadaannya darurat.

Pihak AstraZeneca sendiri awalnya sempat mengatakan bahwa proses tersebut tidak ada kandungan babi. Namun, LPPOM MUI melalui kajian ilmiah menemukan fakta bahwa ada kandungan babi. (Yetno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *