Edukasi Petani Arak dan Pengepul, Tim Terpadu Turun ke Sidemen Kerangasem

Karangasem – Tim terpadu dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali dan Karangasem, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP A Bea Cukai Denpasar, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem, unsur Pol PP dan kepolisian kembali turun melakukan pembinaan terhadap petani dan pengepul arak di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Tim yang dipimpin Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karangasem I Wayan Sutrisna turun ke sejumlah tempat yang diketahui sebagai produsen dan pengepul arak, Jumat (28/5/2021).

Kadisperindag Karangasem Wayan Sutrisna yang ditemui di sela-sela kegiatan peninjauan menyampaikan bahwa edukasi dan pembinaan kepada produsen dan pengepul arak merupakan langkah untuk mengamankan implementasi Pergub Pergub No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Melalui kegiatan ini, tim terpadu ingin meluruskan pemahaman masyarakat tentang legalisasi arak mengacu pada Pergub 1/2020. “Di lapangan ada penafsiran bahwa segala macam jenis arak sudah legal dengan adanya Pergub ini,” ucapnya.

Padahal jika dipahami secara lebih mendalam dan saksama, Pergub 1/2020 pada prinsipnya bertujuan melindungi arak khas Bali berbahan lokal yang sudah diproduksi secara turun temurun. Fakta di lapangan, imbuh Sutrisna, belakangan jenis arak khas tradisional posisinya makin terdesak oleh arak berbahan gula yang diproduksi secara besar-besaran. Bahkan ia menyebut, perbandingannya bisa berkisar 90 : 10 (90 arak berbahan gula, 10 persen arak tradisional yang berbahan tuak (nira) dari pohon kelapa). Lebih lanjut ia menjelaskan, selain merugikan petani, peredaran arak berbahan gula ini sangat berbahaya bagi konsumen bila dikonsumsi dalam jangka panjang karena kandungan gulanya yang tinggi dan juga ada unsur metanol. “Dalam pembuatannya, ada campuran permifan, proses destilasinya juga mengkhawatirkan,” sebutnya. Peredaran arak berbahan gula ini menurutnya tidak dilindungi Pergub 1/2020 sehingga perlu dilakukan upaya edukasi dan pembinaan secara intensif. Jika dibiarkan, ia khawatir dapat merusak citra arak khas Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. “Bayangkan kalau itu dikonsumsi tamu dan menimbulkan masalah,” tandasnya.

Terkait dengan legalitas, Sutrisna menyebutkan bahwa sebuah produk disebut legal bila berpita cukai. “Kalau belum berpita cukai, ya masih ilegal,” tambahnya. Soal legalitas, pihaknya mendorong pembentukan koperasi yang mewadahi para produsen arak tradisional sehingga pita cukai bisa lebih mudah diurus. Selain mendorong pembentukan koperasi, pihaknya juga akan memfasilitasi kerjasama petani arak dengan tiga perusahan pemegang ijin edar di Kabupaten Karangasem.

Pada bagian lain, ia juga menyinggung besarnya potensi arak di wilayah Sidemen, dengan jumlah produsen arak mencapai 665 perajin. Dari jumlah tersebut, beberapa diantaranya masih memproduksi arak berbahan gula yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kepala Seksi Industri Agro Disperindag Bali I Dewa Agung Purnama menambahkan, selain pembinaan dan edukasi, peninjauan kali ini juga dimaksudkan untuk melihat langsung alat destilasi yang digunakan oleh produsen arak. Karena, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat destilasi sebagai upaya untuk mendorong kemajuan industri arak tradisional.

Dalam peninjauan, Tim Terpadu menyambangi kediaman Ni Wayan Rinten, pengepul arak di Banjar Delod Yeh Tengah, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen. Kepada tim, perempuan paruh baya itu mengaku membeli arak dari para petani yang memproduksi arak di kawasan perbukitan. Tim menyarankan Wayan Rinten berkonsultasi mengenai kemungkinan membentuk koperasi mengingat jumlah petani yang menyuplai arak kepadanya sudah mencapai puluhan orang. Dengan membentuk koperasi, Rinten nantinya akan lebih mudah mengurus ijin edar.
Masih di Banjar Delod Yeh Tengah, tim juga meninjau tempat produksi arak milik Wayan Suweden. Dengan alat destilasi sederhana, usaha keluarga ini memproduksi arak dari bahan baku tuak (nira) yang dibeli dari para petani. Dari 120 liter tuak, Suweden dalam memproduksi 14 liter arak dengan keuntungan yang tidak seberapa. Dari hasil peninjauan, tim mencatat sejumlah hal yang perlu diperhatikan produsen dan pengepul arak, salah satunya adalah kebersihan.

Rilis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *