Merasa Kecewa Dengan Bendesa, Puluhan Warga Batuagung Datangi Kantor Desa

Persindonesia.com Jembrana – Terkait dengan permasalahan empon-emponan (tanggung jawab) di Pura Dangkhayangan Amertasari, puluhan warga krama Desa Adat Batuagung mendatangi Kantor Desa Batuagung. Diterima langsung oleh Perebekel Desa Batuagung I Nyoman Sudarma didampingi oleh sekdes, Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Jumat (04/06)

Sekitar 20 orang warga yang mengatasnamakan diri sebagai warga desa adat meminta perebekel untuk memfasilitasi para warga untuk bertemu dengan bendesa adat, mereka merasa kecewa dengan Bendesa Adat Desa Batuagung lantaran beberapa kali diundang oleh Kelian Pengempon dan panitia Karya Agung Ngenteg Lingih di Pura  Pura Dangkhayangan Amertasari tidak pernah datang.

Atas kejadian tersebut para warga merasa cemas dan diyakini kalau permasalahan tersebut terus berlanjut akan tidak mungkin Desa Batuagung akan di keluarkan dari empon-emponan pura. Diketahui Pura Dangkhayangan Amertasari yang bertempat di lingkungan Mertasari, Desa Lokasari di empon 4 desa, yang terdiri dari Desa Adat Batuangung, Desa Adat Kertajaya Pendem. Lokasari dan Dauhwaru.

Tak Terima Jatah Warisan Lebih Kecil, Keponakan Bacok Paman Hingga Tewas Di Sepatan

Perebekel Batuagung I Nyoman Sudarma dihadapan puluhan warga Desa Batuagung menjelaskan, dirinya selaku perebekel tetap menjaga keharmonisan warga semua, sebelumnya dirinya juga sudah berkoordinasi sebelumnya dengan perwakilan warga, dirinya juga mempersilahkan mengutarakan semua unek-unek terhadap persoalan yang terjadi dan kami hanya memfasilitasi saja dan mencatat nanti hasilnya kami meneruskan ke bendesa adat.

Salah satu warga Banjar Anyar bernama IB Siwa mengatakan, menyikapi persoalan yang berkembang di kebendesaan akhir-akhir ini saya merasa terpanggil untuk bisa datang kesini, sejak berakhirnya karya ngenteg lingih selasai pada tahun 2019 lalu, terjadi ketidak harmonisan antara bendesa dengan Kelian Pengempon Pura Amertasari.

“Ketidak harmonisan tersebut berimbas terhadap sikap sebagai seorang bendesa dalam menjalan tugas tanggungjawabnya termasuk pengayoman ring krama Adat Batuagung sehingga dimasyarakat tersiar bahwa krama adat Batuagung sudah tidak menjadi pengempon Pura Amertasari, hal tersebut membuat warga khawatir,” jelasnya.

Ketua Garda Muda Kota Dumai Sesalkan Aksi Damai, Sebut Drakula untuk Pemimpin Riau

Siwa melanjutkan, Sejak pisah ngempon di Pura Dangkhayangan Perancak Desa Perancak sekitar 2010 lalu, Pura Mertasari yang di anggap menjadi tanam tuwuh, tempat mengantungkan kehidupan tatanan berkrama dengan urusan prahyangan, apa akan dibiarkan lepas begitu saja?, karena sikap bendesa yang tidak mencerminkan tugas kebendesaan sekaligus pengayoman terhadap  krama khusunya di Batuagung.

Ini tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut larut..terlebih  karya pujawali sudah dekat tinggal sebulan lagi, tepatnya prangbakat di bulan Juli. Jangan karena persoalan pribadi degan kelian pengempon, malah bendesa menunjukan sikap yang tidak  harmonis, persoalan degan pengempon malah krama desa ikut dibawa bawa. Sekali lagi ini, sikap bendesa sudah meresahkan ditingkat krama adat khususnya desa Batuagung.

Dia juga menambahkan, atas sikat bendesa ini dimana selalu menghindari pertemuan dengan pengempon. Bahkan diundang dalam berbagi hal  kegiatan tentang pura terletak dilingkungan Mertasari tersebut, yang bersangkutan tidak pernah hadir.

Hendri SH.MH Sambangi Polda Riau Untuk Pinta Kepastian Hukum Kliennya

“Demikian pula ketika diundang resmi dalam forum rapat dengan pengempon Pura Amertasari, bahkan pernah bendesa menolak undangan yang dilayangkan pengempon. Dengan nyiwi,  membuat krama menjadi resah ada trauma kalau benar sampai emponan di Pura Amertasari dilepas, kemana lagi krama Batuagung mencapai 2200 KK akan ngempon pura yang sudah menjadi tegen tegenan tanggung jawab skala niskala krama adat desa Batuagung,” ucapnya.

Bila ini merupakan persoalan besar lanjut Siwa, jangan sampai dibiarkan berlarut larut. Kekhawatiran krama, sampai pengempon pura membawa ketingkat paruman yang lebih tinggi, lain lagi persoalanya.

Berikan Pelayanan dan Kenyamanan Pada Saat Beribadah, Batalyon C Pelopor Brimob Sumut Semprotkan Disinfektan di Gereja Padangsidimpuan

Sementara IB Awangga menambahkan, Segala permasalahan sebenarnya diputuskan di paruman desa ada sesuai ketentuan awig-awag dan perarem, dan dinyatakan juga di dalam Perda Provinsi Bali No.4 tahun 2019 menyatakan kalau ada persoalan adat penyelesaiannya ada di paruman desa adat, itu adalah keputusan tertinggi di desa adat sesuai awaig-awig dan perarem yang ada, tutupnya. Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *