Bondowoso, Persindonesia – Kebijakan seleksi 1 juta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi salah satu sorotan dan pembahasan cukup alot dalam acara Konsinyering Kemendikbudristek RI dengan DPR RI Komisi X. Acara berlangsung hari Senin-Selasa, 7-8 Juni 2021 di Ballroom 3, Hotel Fairmont Jakarta Selatan.
Program PPPK terancam, bahkan hampir dipastikan belum bisa memenuhi sebagaimana ekspektasi yakni 1 juta formasi di tahun 2021.
Proses seleksi tahap pertama akan dilakukan di bulan Agustus 2021 diikuti sebanyak 517.463 peserta. Sudah termasuk di dalamnya untuk seleksi guru agama diikuti sebanyak 20.441dari kebutuhan formasi 200 ribuan di seluruh Indonesia.
Tahap pertama khusus diperuntukan untuk GTK Honorer di sekolah negeri. Untuk tahap dua di bulan November diikuti oleh umum; GTK Honorer di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Bahkan di tahap ketiga, bila masih tersisa kuota/ formasi yang kosong, diperbolehkan lintas daerah. Bagi GTK Honorer di sekolah swasta yang dinyatakan lolos seleksi PPPK, akan ditugaskan untuk mengisi formasi GTK di sekolah negeri.
Kekurangan Formasi kebutuhan 1 juta PPPK direncanakan akan dilakukan seleksi tahap berikutnya di bulan Agustus tahun 2022.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Dapil Jatim IV Jember Lumajang H. Muhamad Nur Purnamasidi mensinyalir belum terpenuhinya target yang akan ikut seleksi PPPK tahun 2021 disebabkan karena lemahnya koordinasi dan komunikasi antara Kementerian/lembaga terkait, khususnya di tingkat pusat.
Disamping itu, juga karena adanya kesimpangsiuran informasi dan minimnya sosialisasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terutama terkait dengan formula dan skema pembiayaan bagi PPPK.
Lebih lanjut, politisi alumni Fisip Universitas Jember ini mendesak agar Kebijakan Afirmasi untuk skoring bagi GTKHNK35+ (Guru dan Tenaga Kependidikan Non-Kategori berusia 35 tahun lebih) dan yang telah mengabdi selama puluhan tahun untuk mendapatkan prioritas lolos seleksi penerimaan PPPK. Tentu dengan tetap mengacu pada kompetensi serta kualitas sesuai standar yang ditetapkan. Hal ini mengacu pada prinsip keadilan. Adil itu tidak harus diperlakukan sama.
Mengingat selama ini mereka telah berjuang, mengabdi, memberikan dedikasi dalam turut serta mencerdaskan anak bangsa. Bahkan tidak jarang menjadi tumpuan dengan beban kerja yang cukup berat, sementara reward yang diterima relatif jauh dari kata sejahtera,pungkasnya. (Agam)