BONDOWOSO, Persindonesia.com – Carut marut (sekali lagi saya memilih kata ini) dalam penataan ASN khususnya Pejabat Administrasi dan JPT Pratama di lingkungan Pemkab Bondowoso tak kunjung habis dikupas. Bahkan dalam proses penjatuhan sanksi disiplin tak luput dari kecerobohan, konspirasi dan konflik kepentingan beberapa pihak. Di satu sisi ada PNS yang dijatuhi sanksi berat (meski tak terbukti mutlak melakukan pelanggaran disiplin), disisi lain ada yang hanya dijatuhi sanksi ringan atau sedang saja. Bahkan ada yang melenggang bebas, luput dari sanksi.
Masih segar dalam ingatan kita, sanksi pembebasan dari jabatan yang diterima oleh Sugiono Eksantoso (eks Kepala Dinas Pendidikan). Juga sanksi penurunan jabatan setingkat lebih rendah yang diterima oleh Moh. Iwan Wahyudi (eks Kabid Mutasi). Selain itu ada juga sanksi pembebasan dari jabatan administrator yang diterima oleh dua pejabat di lingkungan Pemkab (YL dan FT).
Tapi di lain kasus, dua oknum PNS (staf Dinas Perpustakaan dan Badan Pendapatan Daerah, SR dan RDW, red) selingkuh hanya diberi sanksi teguran tertulis. Ada juga dua oknum pengajar yang digerebek saat selingkuh, bebas dari sanksi. Satu oknum pelaku pelecehan seksual secara verbal dan fisik di SMPN 1 Tapen (Zainal Arifin) kepada siswinya yang tidak jelas sanksinya. Belum lagi oknum pejabat RSU dr “H. Koesnadi (AW) yang digerebek oleh istrinya saat selingkuh dengan WIL (wanita idaman lain, red) yang hingga saat ini tidak jelas kelanjutan proses sanksinya.
Beberapa waktu lalu sempat viral berita dugaan pungli terkait rekrutmen tenaga honorer di kecamatan tenggarang yang melibatkan Sekcam Tenggarang, Abdul Azis. Yang bersangkutan bahkan sudah mengakui adanya pungutan terkait rekrutmen tersebut, dan berdalih hal itu sudah sepengetahuan Camat. Hingga saat ini tidak jelas juga proses pemeriksaan dan sanksinya.
Namun yang paling menghebohkan khalayak khususnya ASN, adalah sanksi yang dijatuhkan kepada Camat Pakem, Yuhyi Fahyudi. Dari sekian banyak kasus yang menjeratnya, dia hanya dijatuhi sanksi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 12 bulan. Sanksi itupun masih menjadi polemik karena menimbulkan masalah baru.
Seperti diketahui, Yuhyi diturunkan pangkatnya ke golongan III/c, yang berakibat tidak linier dengan jabatannya. Seharusnya dengan pangkat itu dia tidak lagi bisa menjabat sebagai Pj. Camat. Diakui atau tidak, tebang pilih dan pilih kasih jelas terlihat dalam proses penjatuhan sanksi buat para PNS ini. Entah apa lagi alasan yang akan disajikan oleh para pejabat yang terkait. Tidak ada lagi keadilan dalam penegakan disiplin.
Ditengah carut marut yang kian parah ini, kami mendapat informasi bahwa pada bulan April 2024 lalu sudah terbit 17 buah Pertek penjatuhan sanksi disiplin. Selain itu BKPSDM juga mengajukan 4 buah Pertek juga dalam rangka penjatuhan sanksi. Namun 4 pengajuan terakhir konon ditolak oleh BKN karena Pemkab belum melaksanakan penataan ulang sebagaimana rekomendasi KASN.
Kepala BKPSDM saat kami konfirmasi via Whatsapp menjawab “Kalau berdasarkan info atau katanya atau asumsi jangan lah mas ageng…. maksud saya validkan dulu datanya by Data by Name yaa….saya mau nanggapi yang mana ? 😇😄”. Lagi dan lagi, jawaban yang diberikan sama sekali tidak menjelaskan substansi pertanyaan kami. Mungkin memang begini cara para pejabat mengalihkan perhatian.
Kami insan media dipaksa untuk menyajikan data kepegawaian, yang notabene adalah tugas dan fungsi BKPSDM. Justru peran media adalah melakukan fungsi kontrol, dan OPD terkait dengan prinsip transparansi yang seharusnya memberikan klarifikasi. Tentunya tetap dalam batas-batas kewajaran Keterbukaan Informasi Publik sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sementara itu, Pj. Sekda sampai berita ini ditayangkan tidak menjawab pesan Whatsapp kami.
Namun apapun jawaban yang sudah diberikan, langkah yang sudah diambil, dan sanksi yang sudah dijatuhkan sama sekali tidak mencerminkan AUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik) sebagai syarat terciptanya Good Governance.
Dalam carut marut yang berkepanjangan ini, sosok Pj. Bupati justru jarang sekali terlihat perannya. Kesan tertutup kepada media saat dikonfirmasi permasalahan yang krusial, justru tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam beberapa kali kesempatan kami konfirmasi, yang bersangkutan nyaris tidak pernah memberikan tanggapan. Tercatat hanya satu kali beliau membalas pesan Whatsapp kami.
Hal ini justru bertentangan dengan statemennya pada 5 September 2024 silam. Dikutip dari pemberitaan Times Indonesia, Pj. Bupati meminta OPD dan jajaran dibawahnya bisa kooperatif saat dikonfirmasi media. Menurut beliau, keberadaan media massa merupakan salah satu pilar demokrasi yang ikut menjaga dan merawat kemerdekaan melalui tugas dan fungsinya sebagaimana disebutkan dalam undang-undang. Beliau juga menghimbau agar OPD dan jajarannya tidak alergi terhadap insan pers. Kontradiktif dengan sikap beliau sendiri terhadap media.
Alih-alih menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan, beliau justru lebih memilih menyerahkan semua jawaban kepada bawahannya. Boleh saja diam, asal perintah jelas dan tegas kepada OPD bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dapat beliau berikan.
Masyarakat Bondowoso berharap keberadaan Pj. Bupati yang hanya sementara ini setidaknya bisa sedikit memberi warna perubahan di Bondowoso. Meski tidak ideal, tapi perbaikan sedikit saja tentu akan dirasakan dampaknya. Jalan rusak dan berlubang di banyak ruas; gelandangan, pengemis dan pengamen di hampir semua titik lampu merah; pasar tumpah setiap malam di ruas jalan protokol, adalah sedikit dari sekian banyak permasalahan yang butuh penyelesaian. Atau setidaknya sedikit pembenahan. Alih-alih memperbaiki hal-hal ini, jika memperbaiki tatanan ASN saja tidak dilakukan. Bahkan sekelas Kepala BKPSDM saja tidak paham beda antara kewenangan dengan hak prerogatif.
Mulailah dari penempatan pejabat sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya. Reward and punishment sesuai dengan porsinya. Mungkin jika hal ini dilakukan, kita bisa sedikit berharap ada perbaikan dan perubahan di Bondowoso.
(Tim