Jelang Idul Fitri, Nasib Pegawai Honorer, Veri Sindir Pemkab Banyuwangi

Persindonesia.com Banyuwangi – Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas beberapa waktu lalu yang mengatakan pegawai honorer tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) untuk tahun ini, yang mendapatkan THR hanya ASN yang digaji menggunakan APBN dan APBD.

Disikapi oleh Ketua Foskapda Banyuwangi Veri Kurniawan. Ia merasa prihatin dengan pegawai honores yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Menurutnya dengan pernyataan tersebut pegawai honorer yang bekerja di pemerintahan tidak sebanding dengan pekerjaannya yang berperan lebih banyak dari pada ASN yang ada di lingkup mereka bekerja.

“Saya merasa prihatin dengan para pekerja honorer, bagaimana perasaan mereka yang sudah mengabdi lama, lalu tidak mendapatkan kesetaraan untuk kesejahteraan yang digunakan untuk keluarga pada saat lebaran. Lalu sekarang, bagaimana dengan gaji honorer di seluruh Indonesia, apakah selama ini gaji atau upah yang diterima sudah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK),” terangnya.

Bupati Tamba Cek Fasilitas Lapangan Dauhwaru Sebagai Pasar Darurat

Menurutnya, peran pegawai honorer yang sangat begitu besar kepada pemerintahan khususnya di daerah, seolah posisi atau status mereka sebagai honorer tidak dihargai dan ada ketimpangan. “Kita ambil contoh Kabupaten Banyuwangi. Salah satu Kabupaten yang memiliki sumber daya alam melimpah ruah dan terdapat banyak perusahaan yang bisa mengeluarkan CSR. Bagaimana kesejahteraannya dengan status honorernya dan dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang lebih banyak,” jelasnya.

Pemerintah Kabupaten, lanjut Veri, harus memiliki inisiatif terhadap kebijakan yang diambil untuk para pegawai honorer tersebut. “Bagaimana di kata, kabupaten bisa di kata sejahtera atau pendapatan per kapitanya bagus jika gaji saja masih banyak yang dibawa UMR atau UMK. Lalu bagaimana di Perppu Cipta Kerja terkait hal tersebut? Ternyata tetap dan tidak berubah. Yaitu menghapus Pasal 90 dan Pasal 185 disesuaikan,” ucapnya.

Ia menilai menghapus Pasal 90 dan Pasal 185 disesuaikan diantaranya (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10O.0OO.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,0O (empat ratus juta rupiah).

Proses PAW Bulakwaru Tegal Diwarnai Aksi Protes

“Sudah banyak contoh pihak perusahaan memperkerjakan tenaga kerja banyak yang sudah tersandung tindak pedanda yang menggaji dibawah UMR seperti kasus di Surabaya yang dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung dalam putusannya. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang tidak menjalankan aturan yang sudah ditetapkan. Lalu bagaimana dengan pegawai honorer di pemerintahan yang digaji tidak sesuai dengan UMR atau UMK masing – masing. Apakah juga bisa kena sanksi pidana dan denda?,” katanya. Erni

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *